nin, 06 April 2009
USAHA TERNAK ITIK DI BREBES
Melimpahnya produksi telur asin di Brebes tak terlepas dari banyaknya sentra peternakan itik di wilayah ini.
Di Brebes tercatat 1.778 peternak itik yang tersebar dan bergabung di lebih dari 10 Kelompok Tani Ternak Itik (KTTI). Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan peternak unggas lain, seperti peternak ayam petelur yang 246 orang ataupun peternak ayam pedaging yang hanya 99 orang.
Beberapa sentra ternak itik di Brebes yang terkenal adalah Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, tahun 2004 meraih predikat sebagai KTTI terbaik tingkat nasional.
Banyaknya jumlah peternak itik menjadikan Brebes sebagai salah satu sentra peternakan itik di Jateng. Setiap tahunnya, lebih dari 100 juta telur diproduksi di peternakan-peternakan telur di Brebes. Populasi itik di wilayah ini mencapai 889.000 ekor.
Banyaknya warga Brebes yang menggeluti profesi sebagai peternak itik tak terlepas dari keuntungan yang bisa dihasilkan dari kegiatan ini. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan perawatan yang mudah, seorang peternak itik pemula (satu tahun) rata-rata bisa mendapat Rp.50.000 sampai Rp.150.000 per hari. Bahkan apabila jumlah itiknya di atas 1.000 ekor sanggup meraup keuntungan Rp.300.000 per hari.
Tidak jelas kapan usaha peternakan itik tumbuh di Brebes. Sejumlah peternak mengatakan, budidaya itik di Brebes sudah cukup lama. Awalnya dulu sangat sederhana. Itik digembalakan di persawahan dan sungai oleh para petani di tengah kesibukan bercocok tanam.
Orang Brebes sebenarnya sudah cukup lama beternak itik. Kalau dulu hanya sebagai sambilan, pekerjaan utama tetap bertani. Seiring makin banyaknya industri rumah tangga di Brebes yang memproduksi telur asin sekitar tahun 1990-an, pasaran telur itik di wilayah ini pun terkatrol. Para peternak terpacu meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah jumlah dan memperbaiki manajemen peternakannya.
Kegiatan beternak itik lambat laun menjadi kegiatan ekonomi utama dibandingkan dengan bertani. Bahkan, tak sedikit petani yang menjadikan lahan pertaniannya, terutama lahan bawang merah, untuk dijadikan areal peternakan itik.
Ini seperti dilakukan oleh 30 orang peternak itik yang tergabung dalam KTTI Sumber Pangan Desa Gandasuli, Kecamatan Brebes, yang secara bergotong-royong membangun sentra peternakan di bekas lahan bawang merah sejak tahun 2000 silam.
Hal ini mereka lakukan karena beternak itik lebih menjanjikan daripada bertani bawang maupun padi. Selain risikonya kecil, keuntungan ekonomi yang diperoleh lebih stabil dan eraltif lebih besar.
Ketika mereka menjadi petani bawang merah, walaupun harganya bagus, sekali panen memang untung sangat besar. Namun, biaya perawatannya juga besar. Selain itu, belakangan ini harga bawang merah jatuh akibat banyaknya bawang impor. Kalau beternak itik, risiko-risiko semacam itu tidak ada. Harga telur memang naik turun, tetapi lebih stabil dibandingkan harga bawang. Risikonya hanya pada harga pakan yang mahal.
Selain adanya kemudahan pasar, pternak itik di Brebes juga diuntungkan oleh banyaknya sungai kecil yang mengalir di wilayah ini, terutama di daerah utara. Sungai-sungai memudahkan peternak menggembalakan dan memberikan air minum bagi itik.
Keberadaan sungai sebenarnya tidak mutlak, namun apabila ada itu sangat membantu. Itik yang digembalakan akan lebih mudah bertelur karena tidak gampang stres dan lemaknya terbakar. Keuntungan lain yang dimiliki peternak itik, daya tahan itik dari serangan penyakit cukup tinggi, termasuk flu burung yang kini menghantui para peternak unggas di Indonesia. Ini tak terlepas dari faktor bawaan (carrier) itik yang memang memiliki kekebalan terhadap serangan virus tersebut.
Kematian itik di Brebes akibat serangan virus flu burung jarang sekali, khususnya apabila dibandingkan dengan jenis unggas yang lain. Dua tahun terakhir tidak pernah ditemukan kasus tersebut.
Modal beternak tidak terlalu besar. Kebutuhan utama adalah membeli anak itik atau yang biasa disebut dengan meri yang harganya Rp.750 sampai Rp.1.000 per ekor. Biasanya, pada kesempatan pertama peternak membeli 300 sampai 500 ekor meri. Sudah menjadi patokan para peternak itik di Brebes, untuk memperoleh untung jumlah ternak yang dibudidayakan minimal 400 ekor. Jika jumlah ternak hanya 300 ekor maka impas. Namun apabila jumlahnya 400 ekor, sudah ada keuntungan yang diperoleh meski tidak besar.
Diperlukan waktu enam bulan bagi anak itik untuk tumbuh menjadi dewasa dan siap bertelur. Minimal 60 persen dari itik yang dipelihara akan bertelur setiap hari. Bahkan, apabila musim sedang bagus dan itik tidak stres, persentase bertelurnya dapat mencapai 80 persen. Artinya, jika jumlah itik yang dipelihara 600 ekor, telur yang dihasilkan setiap harinya antara 350 butir sampai 500 butir.
Di KTTI Sandang Pangan, setiap peternak memiliki 500 ekor sampai 1.500 ekor itik. Kandang-kandang para peternak KTTI itu berada dalam satu kompleks yang dipisahkan dengan kerangkeng bambu. Satu kandang disekat menjadi dua bagian, yakni tempat makan dan tempat bertelur. Sekat itu diberi satu pintu untuk pergerakan itik.
Bangunan kandang pada umumnya terbuat dari bambu. Sebagian kandang ada yang beratap genteng sederhana, sebagian lagi ada yang hanya berupa alang-alang atau daduk. Hal seperti itu juga terlihat di hampir semua sentra peternakan itik di Brebes. Kandang sederhana tidak menjadi masalah, yang terpenting adalah rutin dibersihkan.
Sebagai contoh analisis laba rugi usaha ini, Haryanto peternak itik di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes memiliki 600 ekor itik dikandangnya, dengan produksi 350 butir sampai 400 butir telur setiap hari. Dengan harga telur itik saat ini berkisar antara Rp.700 sampai Rp.800 per butir, dalam sehari Haryanto memperoleh hasil sekitar Rp.300.000. Penghasilan kotor itu dikurangi pembelian pakan dan obat-obatan sekitar Rp. 150.000. Dengan demikian, dalam sehari Haryanto mendapat keuntungan bersih Rp.150.000.
Di Brebes tercatat 1.778 peternak itik yang tersebar dan bergabung di lebih dari 10 Kelompok Tani Ternak Itik (KTTI). Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan peternak unggas lain, seperti peternak ayam petelur yang 246 orang ataupun peternak ayam pedaging yang hanya 99 orang.
Beberapa sentra ternak itik di Brebes yang terkenal adalah Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, tahun 2004 meraih predikat sebagai KTTI terbaik tingkat nasional.
Banyaknya jumlah peternak itik menjadikan Brebes sebagai salah satu sentra peternakan itik di Jateng. Setiap tahunnya, lebih dari 100 juta telur diproduksi di peternakan-peternakan telur di Brebes. Populasi itik di wilayah ini mencapai 889.000 ekor.
Banyaknya warga Brebes yang menggeluti profesi sebagai peternak itik tak terlepas dari keuntungan yang bisa dihasilkan dari kegiatan ini. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan perawatan yang mudah, seorang peternak itik pemula (satu tahun) rata-rata bisa mendapat Rp.50.000 sampai Rp.150.000 per hari. Bahkan apabila jumlah itiknya di atas 1.000 ekor sanggup meraup keuntungan Rp.300.000 per hari.
Tidak jelas kapan usaha peternakan itik tumbuh di Brebes. Sejumlah peternak mengatakan, budidaya itik di Brebes sudah cukup lama. Awalnya dulu sangat sederhana. Itik digembalakan di persawahan dan sungai oleh para petani di tengah kesibukan bercocok tanam.
Orang Brebes sebenarnya sudah cukup lama beternak itik. Kalau dulu hanya sebagai sambilan, pekerjaan utama tetap bertani. Seiring makin banyaknya industri rumah tangga di Brebes yang memproduksi telur asin sekitar tahun 1990-an, pasaran telur itik di wilayah ini pun terkatrol. Para peternak terpacu meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah jumlah dan memperbaiki manajemen peternakannya.
Kegiatan beternak itik lambat laun menjadi kegiatan ekonomi utama dibandingkan dengan bertani. Bahkan, tak sedikit petani yang menjadikan lahan pertaniannya, terutama lahan bawang merah, untuk dijadikan areal peternakan itik.
Ini seperti dilakukan oleh 30 orang peternak itik yang tergabung dalam KTTI Sumber Pangan Desa Gandasuli, Kecamatan Brebes, yang secara bergotong-royong membangun sentra peternakan di bekas lahan bawang merah sejak tahun 2000 silam.
Hal ini mereka lakukan karena beternak itik lebih menjanjikan daripada bertani bawang maupun padi. Selain risikonya kecil, keuntungan ekonomi yang diperoleh lebih stabil dan eraltif lebih besar.
Ketika mereka menjadi petani bawang merah, walaupun harganya bagus, sekali panen memang untung sangat besar. Namun, biaya perawatannya juga besar. Selain itu, belakangan ini harga bawang merah jatuh akibat banyaknya bawang impor. Kalau beternak itik, risiko-risiko semacam itu tidak ada. Harga telur memang naik turun, tetapi lebih stabil dibandingkan harga bawang. Risikonya hanya pada harga pakan yang mahal.
Selain adanya kemudahan pasar, pternak itik di Brebes juga diuntungkan oleh banyaknya sungai kecil yang mengalir di wilayah ini, terutama di daerah utara. Sungai-sungai memudahkan peternak menggembalakan dan memberikan air minum bagi itik.
Keberadaan sungai sebenarnya tidak mutlak, namun apabila ada itu sangat membantu. Itik yang digembalakan akan lebih mudah bertelur karena tidak gampang stres dan lemaknya terbakar. Keuntungan lain yang dimiliki peternak itik, daya tahan itik dari serangan penyakit cukup tinggi, termasuk flu burung yang kini menghantui para peternak unggas di Indonesia. Ini tak terlepas dari faktor bawaan (carrier) itik yang memang memiliki kekebalan terhadap serangan virus tersebut.
Kematian itik di Brebes akibat serangan virus flu burung jarang sekali, khususnya apabila dibandingkan dengan jenis unggas yang lain. Dua tahun terakhir tidak pernah ditemukan kasus tersebut.
Modal beternak tidak terlalu besar. Kebutuhan utama adalah membeli anak itik atau yang biasa disebut dengan meri yang harganya Rp.750 sampai Rp.1.000 per ekor. Biasanya, pada kesempatan pertama peternak membeli 300 sampai 500 ekor meri. Sudah menjadi patokan para peternak itik di Brebes, untuk memperoleh untung jumlah ternak yang dibudidayakan minimal 400 ekor. Jika jumlah ternak hanya 300 ekor maka impas. Namun apabila jumlahnya 400 ekor, sudah ada keuntungan yang diperoleh meski tidak besar.
Diperlukan waktu enam bulan bagi anak itik untuk tumbuh menjadi dewasa dan siap bertelur. Minimal 60 persen dari itik yang dipelihara akan bertelur setiap hari. Bahkan, apabila musim sedang bagus dan itik tidak stres, persentase bertelurnya dapat mencapai 80 persen. Artinya, jika jumlah itik yang dipelihara 600 ekor, telur yang dihasilkan setiap harinya antara 350 butir sampai 500 butir.
Di KTTI Sandang Pangan, setiap peternak memiliki 500 ekor sampai 1.500 ekor itik. Kandang-kandang para peternak KTTI itu berada dalam satu kompleks yang dipisahkan dengan kerangkeng bambu. Satu kandang disekat menjadi dua bagian, yakni tempat makan dan tempat bertelur. Sekat itu diberi satu pintu untuk pergerakan itik.
Bangunan kandang pada umumnya terbuat dari bambu. Sebagian kandang ada yang beratap genteng sederhana, sebagian lagi ada yang hanya berupa alang-alang atau daduk. Hal seperti itu juga terlihat di hampir semua sentra peternakan itik di Brebes. Kandang sederhana tidak menjadi masalah, yang terpenting adalah rutin dibersihkan.
Sebagai contoh analisis laba rugi usaha ini, Haryanto peternak itik di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes memiliki 600 ekor itik dikandangnya, dengan produksi 350 butir sampai 400 butir telur setiap hari. Dengan harga telur itik saat ini berkisar antara Rp.700 sampai Rp.800 per butir, dalam sehari Haryanto memperoleh hasil sekitar Rp.300.000. Penghasilan kotor itu dikurangi pembelian pakan dan obat-obatan sekitar Rp. 150.000. Dengan demikian, dalam sehari Haryanto mendapat keuntungan bersih Rp.150.000.
Usaha Ternak Itik di Brebes
Info Proyek Percontohan Ternak Bebek atau Mentog
Kelompok Tani Ternak Maju Jaya
Punya Kandang Itik Terpanjang di Indonesia
DALAM
perjalanan menuju Kelurahan Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Ir Ali
Achmadi -kepala Seksi Kelembagaan dan Penyuluhan pada Kantor Peternakan
bercerita bahwa kandang itik yang hendak dikunjungi ini merupakan
kandang itik terpanjang di Indonesia. Bahkan mungkin di dunia !
Tatkala
memasuki wilayah kelurahan itu -melalui jalan menuju Pantai Indah
Randusanga - ternyata benar apa yang diucapkannya. Di sepanjang tepian
Sungai Sigeleng, berderet kandang itik yang sangat panjang. Jika diukur,
panjangnya 2,1 km dan lebar enam meter.Wow, barangkali Museum Rekor Indonesia (Muri) bisa membuktikan sendiri panjang kandang yang dikelola oleh Kelompok Tani Ternak Maju Jaya ini. Kesuksesan itu mengilhami sejumlah warga di Desa Randusanga Kulon, desa tetangga. Mereka juga membangun kandang sepanjang 600 meter, sehingga panjang totalnya mencapai 2,7 km !!!
Yang menarik dibicarakan di sini bukan sekadar panjang kandangnya. Namun aktivitas perekonomian yang bergulir, khususnya di Maju Jaya. Tahun lalu, kelompok ini menjadi juara pertama Agrbisnis Peternakan se-Indonesia. Ini berkat prestasinya yang spektakuler dalam beternak itik.
Maju Jaya berdiri pada 22 Februari 1994, dengan jumlah anggota 17 orang. Namun kini sudah berkembang menjadi 70 orang, terdiri atas 25 peternak dan sisanya peternak asuh. Populasi itik berjumlah 33.922 ekor, dengan produksi telur rata-rata 21.000 butir/hari. ''Omzet per tahun bisa mencapai Rp 4,3 miliar, sedangkan keuntungan bersih sekitar Rp 1,5 miliar,'' kata H Imron Zaini, ketua Kelompok Tani Ternak Maju Jaya.
Yang unik adalah lokasinya yang sekadar memanfaatkan tanah di tepi sungai, atau dalam bahasa tegalan disebut lepe-lepe. Menurut Kepala Kantor Peternakan Ir Nono Setyawan, keberhasilan kelompok ini karena pola agrobisnis yang diterapkannya kepada peternak sudah dijalankan mulai dari hulu sampai hilir. ''Ini terlihat dari pembibitan, pemeliharaan, penyediaan pakan, sampai pemasaran produksi dapat berjalan dengan baik,'' ujarnya.
Kesadaran anggota dalam membesarkan kelompoknya juga tinggi. Setiap hari mereka wajib menyetor satu butir telur kepada kelompok, sehingga setiap bulan terkumpul modal tambahan sekitar Rp 1,2 juta dengan. ''Modal inilah yang digunakan untuk mencukupi sarana-prasarana, seperti membeli mesin tetas dan perlengkapan kandang.''
Produk Unggulan
Itik memang salah satu produk unggulan di Brebes. Karena itiklah daerah ini dikenal sebagai produsen telur asin terbesar di Indonesia. Populasi itik di seluruh wilayah kabupaten tercatat 974.466 ekor (2004), naik dari tahun sebelumnya yang hanya 877.953 ekor. Bahkan produksi telur meningkat tajam dari 4.891 ton menjadi 7.968 ton per tahun.
Perkembangan populasi dan produksi telur juga berimbas positif ke industri telur asin. Jika pada tahun 2003 baru terdapat 119 unit usaha, dengan volume dan nilai produksi 28,6 juta butir dan Rp 25,704 miliar, tahun berikutnya meningkat menjadi 128 unit usaha, dengan volume produksi 26,9 juta butir dan senilai Rp 33,177 miliar.
Untuk memproduksi telur asin sebanyak itu, para perajin tidak bisa mengandalkan seluruh bahan baku dari peternak setempat. Sebagian didatangkan dari Kota/Kabupaten Tegal, Banyumas, Cilacap, hingga Cirebon. Peluang inilah yang ditangkap secara jitu oleh Pemkab Brebes, khususnya Kantor Peternakan.
Untuk meningkatkan produksi telur itik di daerahnya, institusi ini (dan Bappeda) menjalin kerja sama dengan Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jateng di Ungaran, untuk mencetak strain itik yang jauh lebih produktif.
Usaha inilah yang kemudian melahirkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perbibitan Itik Brebes Unggul (IBU). Melalui penelitian cukup lama, UPT berhasil mencetak strain terbaru yang diberi label IBU. Jika produktivitas itik biasa rata-rata hanya 40-50 persen, IBU dapat mencapai 70-80 persen. Artinya, setiap memelihara 100 ekor akan dihasilkan 70-80 butir telur/hari. Final stock IBU berasal dari generasi kelima perkawinan itik-itik yang diseleksi.
Kalau sukses, permintaan IBU tak hanya datang dari peternak itik di Brebes saja, tetapi juga peternak dari daerah lain di Jateng atau di luar provinsi. Karena itulah, Pemkab Brebes -khususnya Kantor Peternakan- harus membulatkan tekad untuk membesarkan unit ini.
Rintisan awal sudah dimulai dengan membentuk jaringan plasma di belakang Kantor UPT yang letaknya tak jauh dari kantor Maju Jaya. ''Sedangkan UPT akan bertindak sebagai inti, yang memasok sapronak (sarana produksi peternakan) hingga pemasarannya,'' kata Suryo Adi Purwanto, kepala Seksi Produksi pada Kantor Peternakan, yang merangkap kepala UPT Perbibitan IBU.
Jumlah itik yang disebar ke plasma saat ini baru 6.000 ekor, sedangkan calon induk elite (grand parent stock) di UPT sebanyak 1.500 ekor. Mulai Oktober mendatang, unit ini sudah bisa memproduksi 31.500 ekor day old duck (DOD) atau meri umur satu hari.
Sumber dari :
http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/05/nas09.htm
Kamis, 02 April 2009
Pakan Bebek, Itik, Entog
Tempat minum bebek di luar kandang merangkap tempat cuci peralatan dan tempat kran air yang juga harus dijaga kekeringannya, agar tidak bau. Tampak Pak Yasirli mengetuk-ketuk telor yang berbunyi tek-tek (isi ) dan tok-tok (kopong - tidak akan menetas ). Pakan ternak tampak membuat sendiri dari bungkil jagung, tepung ikan kering, dicampur bahan bio cair penghilang bau dan vitamin serta mineral untuk dicampur pakan bebek. Pada saat hujan, bebek-bebek akan dimasukkan ke kandangnya, yang lantainya dari tanah bercampur kotoran bebeknya, yang dijaga kekeringannya, agar tidak bau.
Penetasan Telur Bebek Pak Yasirli Karang Randu Pecangaan Jepara
Mesin penetas Telur Bebek ukuran ( 0,6 x 2,4 x 0,4 ) m3 ; dibagi menjadi 2 ruangan yang tiap ruangannya dipanaskan dengan bolam 10 watt - sebanyak 8 bolam/ruangan jadi ada 16 bolam per mesin tetas . Tiap mesin tetas muat 2x150 butir = 300 butir dengan masa tetas 28 hari; keberhasilan 75% , jadi tiap 900 butir telur, yang jadi 600 butir ( masih perlu modifikasi mesin tetas, untuk meningkatkan keberhasilan penetasan ). Terlihat Kandang Pembesaran Bebek dengan lantai tanah asli dengan dijaga agar selalu kering. Untuk Mereduksi Bau kotoran yang tadinya mengganggu tetangga, dilakukan Cara : 1. Makanan dicampur cairan penghilang bau yang dicampurkan ke makanan bebek, 2. Kandang selalu dijaga kekeringannya dengan memindahkan air minum portable 2x sehari, agar sekitar tempat minum bisa mengering. Diatur dengan luas kandang ( 5 x 6 ) m2 hanya dihuni 100 bebek ( tidak lebih ) agar kotoran tidak terlalu banyak sehingga tidak sempat kering .Kotoran di dalam kandang tidak dibersihkan/dibuang, (ada yang sampai bertahun-tahun) tapi dijaga agar tetap kering. Pak Yasirli sudah puluhan tahun ternak bebek di dekat pemukiman, sekarang sudah tidak ada tetangga yang protes lagi, dengan pembesaran 600 ekor bebek di rumahnya, sungguh tidak bisa dipercaya kalau bau yang dihasilkan hanya seperti bau poer pakan bebeknya sendiri ! 3. Pakan Bebek agar tidak bau, tidak memakai ikan segar ,tapi pakai tepung ikan kering .Berat bebek yang siap bertelur adalah 1,3 kg/ekor , harga per bulan Maret 2009 adalah Rp 28.000,-/ekor; sedang harga bibit bebek umur 3 hari adalah Rp 5.500,-/ekor; franco Pecangaan Jepara. Sharing Informasi hubungi Haryo W Pangarso di : haryowpir@gmail.com.
Langgan:
Entri (Atom)